3 mins read

Cara Hitung Pajak Penghasilan Jasa Katering

Tren industri kuliner tambah meningkat, ditengarai oleh bergesernya pola konsumsi penduduk selama pandemi COVID-19 merebak di Indonesia.

 Banyak pemain-pemain muda yang berkecimpung di bisnis ini, menjadi berasal dari ghost kitchen, aneka jajanan bersama sarana pesan-antar, sampai katering.

Bagi Anda yang memilih katering sebagai ranah bisnis tata boga, tersedia baiknya juga menyadari aspek perpajakannya.

Salah satu aspek perpajakan didalam bisnis katering yakni Pajak Penghasilan (PPh). Lalu bagaimana ketentuan dan langkah hitung PPh jasa catering nasi box ?

Aturan

PPh jasa katering diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141 Tahun 2015 (PMK 141/2015), yang menjelaskan bahwa jasa katering atau tata boga juga berasal dari tipe jasa lain yang masuk didalam objek PPh Pasal 23.

Adapun ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 23 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 perihal Pajak Penghasilan sebagaimana sudah lebih dari satu kali diubah bersama Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (UU No. 36/2008).

Yang wajib diingat, tersedia tipe bisnis yang tidak juga didalam pengertian jasa boga atau katering yakni penjualan makanan dan/atau minuman yang ditunaikan melalui daerah penjualan bersifat toko, kios, dan sejenisnya untuk menjajakan makanan dan/atau minuman, baik penjualan secara langsung maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan.

Sementara yang juga didalam pengertian jasa boga atau katering punyai lebih dari satu kriteria. Pertama, sebagai jasa penyediaan makanan dan minuman yang ditambah bersama peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, untuk di sediakan di wilayah yang di inginkan oleh pemesan. Kedua, penyajian makanan dan/atau minuman di wilayah yang di inginkan oleh pemesan dapat ditunaikan bersama atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Cara hitung

Menurut UU No. 36/2008, tarif yang dikenakan didalam bisnis tata boga atau jasa katering adalah 2 % berasal dari jumlah bruto kalau Wajib Pajak punyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan lebih tinggi 100 % atau sebesar 4 % kalau Wajib Pajak tidak punyai NPWP.

Namun, tersedia lebih dari satu perihal yang tidak juga didalam jumlah bruto. Berikut ini adalah jumlah bruto yang tidak juga didalam penghitungan PPh 23:

1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, dan tunjangan sebagai imbalan bersama pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak (WP) penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja berdasarkan kontrak bersama pengguna jasa.

2. Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan atau pembelian barang atau material tentang jasa yang diberikan.

3. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa.

4. Pembayaran kepada penyedia jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atau biaya yang dibayarkan penyedia jasa.

Selain itu, tidak seluruh pengusaha jasa katering atau tata boga secara otomatis dikenakan PPh Pasal 23, meskipun pendapatan berasal dari jasa katering atau tata boga juga didalam tipe jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23. Pasal 23 UU No. 36/2008 menjelaskan atas pendapatan yang berasal berasal dari imbalan sehubungan bersama jasa lain tidak cuman jasa yang sudah dipotong PPh sebagaimana dimaksud didalam pasal 21.

Artinya, kalau subjek pajaknya merupakan Wajib Pajak orang pribadi maka dikenakan PPh Pasal 21 (dengan tarif PPh Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan 50 % dikalikan pendapatan brutonya). Dengan demikian, pengenaannya untuk pendapatan Rp 0–50 juta tarifnya 5 % dikalikan 50 % yakni 2,5 persen.

Namun, kalau subjek pajaknya badan atau wujud bisnis selamanya (BUT), maka jasa katering ini dikenakan tarif perhitungan PPh Pasal 23. Pengusaha yang bergerak didalam bidang bisnis jasa katering atau jasa boga ini dapat memperhitungkan kewajiban perpajakannya di akhir tahun.

Wajib Pajak orang pribadi wajib mengemukakan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bersama formulir 1770 paling lama tanggal 31 Maret, tetapi Wajib Pajak badan wajib mengemukakan SPT Tahunan bersama formulir 1771 paling lama tanggal 30 April.

Atas kegiatan pengadaan konsumsi baik makanan dan minuman oleh bendahara pemerintah atau instansi melalui penyedia jasa boga atau katering terutang PPh Pasal 23. Dengan demikian, bendahara pemerintah atau instansi pemerintah terkait punyai kewajiban untuk memotong dan menyetorkan PPh Pasal 23 atas kegiatan pengadaan konsumsi.